Lukman M. ArdiansyahDampak dari perubahan iklim tidak main-main, tak hanya di darat, tapi juga di laut. World Wide Fund for Nature (WWF) menyatakan sejak era praindustri hingga saat ini perubahan iklim telah mengakibatkan kenaikan suhu global sebesar 0,7oC dan mengganggu kehidupan di laut. Sementara data yang dihimpun National University of Singapore (NUS) menyebutkan setiap tahunnya tingkat pertumbuhan terumbu karang berkurang 1% dan 60% tumbuhan rumput laut telah mati imbas dari perubahan iklim di kawasan Asia Tenggara.
Melihat efek yang muncul dari perubahan iklim di lautan, kini berbagai teknologi telah dikembangkan para ilmuwan untuk mempertahankan dan melindungi lingkungan serta keanekaragaman hayati laut, seperti satelit dan saildrone (perahu layar robot). Bahkan, belum lama ini para ilmuwan berhasil menciptakan ubur-ubur bionik untuk memantau tanda-tanda perubahan iklim dan mengamati fenomena alam.
Seperti apa sih ubur-ubur bionik ini? Ubur-ubur ini unik. Bisa saja kita menyebutnya robot, tapi bila diperhatikan, tidak semua tubuhnya terbuat dari mesin. Namun, untuk menyebutnya sebagai hewan juga tidak bisa, karena ada mesin yang disematkan dalam tubuhnya. Seperti nama ubur-ubur ini, bionik adalah ilmu yang digunakan untuk mengganti struktur anatomi dengan komponen elektronik atau mekanik. Konsep bionik pertama kali dipublikasikan pada 1970-an dan sampai saat ini terus mengalami kemajuan. Kini bionik tidak hanya sebagai pengganti struktur anatomi pada manusia tapi juga pada hewan.
Melansir CBS San Francisco, ubur-ubur yang mampu memantau dan menjelajahi lautan ini digarap oleh para ilmuwan di Stanford University. Mereka mengembangkan anggota tubuh tiruan (protestik) mikroelektronik yang dapat melekat pada invertebrata laut tersebut. Prostetik yang berdiameter 2 cm ini meliputi baterai, chip, dan elektroda yang dapat merangsang otot sehingga membuat tubuhnya berdenyut lebih sering. Cara kerjanya mirip seperti alat pacu jantung untuk mengatur detak jantung.
Penanaman alat tersebut memungkinkan ubur-ubur memiliki kemampuan berenang tiga kali lebih cepat atau sekitar 4-6 cm per detik. Dibanding dengan robot, ubur-ubur yang terpasang prostetik lebih 1.000 kali lebih efisien. Hal ini karena mereka dapat mencari bahan makanannya sendiri. Apakah prostetik membahayakan ubur-ubur? Menurut artikel Engadget, para ilmuwan menjelaskan ubur-ubur dapat menghasilkan lendir saat stres, namun dalam kasus ini ubur-ubur tidak mengeluarkan lendir meski prostetik dipasang atau dilepas. Ubur-ubur akan kembali berenang dengan kecepatan normal.
Selain mampu mengontrol dan mengarahkan gerak-gerik dari ubur-ubur, lewat prostetik membuat hewan laut ini dapat melakukan pengukuran jangka panjang kondisi lautan seperti tingkat oksigen, suhu, salinitas, keasaman, nutrisi bahkan komunitas mikroba. Data terkait perubahan iklim di laut akan diperoleh saat ubur-ubur kembali ke permukaan atau setelah mereka melakukan misi berenang di lautan.
Perlu diingat, dalam misi ini tidak semua ubur-ubur terlibat, umumnya jenis ubur-ubur bulan dengan diameter 10-20 cm yang diturunkan. Melimpahnya jumlah hewan lunak ini di lautan menjadi alasan para ilmuwan memilihnya untuk menjalankan penelitian terkait perubahan iklim di laut. Melihat ubur-ubur yang telah ada selama lebih dari 500 juta tahun membuat para ilmuwan juga ingin meneliti lebih jauh tentang mereka karena hingga kini struktur tubuhnya tidak mengalami perubahan. Adapun dasar lain dalam pemilihan ubur-ubur, para ilmuwan berharap penelitian ini tidak akan mengganggu lingkungan laut dibandingkan jika menggunakan robot atau kapal selam. Penasaran seperti apa ubur-ubur saat berenang dengan prostetik? Berikut videonya!
Baca Juga: Robot Android Altar 3 Jadi Konduktor di Konser Orkestra
Tentang Docotel
Docotel 4.0 meliputi tim yang berdedikasi, berpengalaman, dan ahli dalam menyediakan produk dan solusi yang bernilai tinggi di semua industri. Kami hadir dengan visi mengatasi permasalahan sehingga dapat menciptakan pengalaman terbaik bagi klien.
teresaiswara
Add comment