Membuat mesin untuk dapat berpikir layaknya manusia merupakan mimpi yang saat ini telah menjadi sebuah kenyataan. Artificial Intelligence (AI), teknologi kecerdasan buatan yang disusun dengan algoritma dan desain tertentu kini telah mampu mengerjakan tugas-tugas sederhana hingga kompleks yang dulu hanya dapat dilakukan oleh manusia. Kemampuan mereplika cara kerja tubuh manusia, seperti memproses gambar, adalah spesialisasi yang dapat kita pelajari menggunakan deep learning, cabang ilmu yang lahir bersama machine learning dan digunakan sebagai “bahan bakar” AI.
Deep learning pada dasarnya menggunakan jaringan saraf tiruan atau neural networks untuk bekerja. Jaringan saraf buatan tersebut memerlukan rangkaian-rangkaian metode melalui banyak masukan (input) dan pelatihan (training). Di kehidupan sehari-hari, deep learning telah kita gunakan tanpa sadar dan sebagian besar terletak pada tools yang tanpanya kita tidak akan bisa bekerja, smartphone sebagai fitur face unlock dan sidik jari (biometrics recognition).
Deep Learning pada Google dan Facebook
Pada sistem pencarian Google, seperti dikutip dari techinasia, deep learning digunakan untuk menangani 15 pertanyaan per hari yang belum pernah diterima oleh sistem ini sebelumnya. Jadi, untuk memproses sebuah pertanyaan baru, Google juga membutuhkan waktu untuk menjawabnya dengan memberikan saran-saran yang sebelumnya telah diproses. Misalnya ketika pertanyaan yang menggunakan bahasa asing yang belum terdeteksi di Google, deep learning akan memprosesnya menjadi sebuah algoritma dan mendeteksi pertanyaan tersebut menggunakan text processing. Berkat deep learning ini pula, kita bisa melihat Bahasa Jawa di sistem pencarian Google.
Pencarian gambar untuk mendeteksi sumber berita melalui Google Images juga termasuk peran deep learning. Hal ini terjadi berkat kinerja image captioning yang merupakan hasil kerja computer vision, bidang teknologi dengan model deep learning yang fokus pada pemrosesan gambar. Jika sebelumnya teknologi ini hanya mampu membedakan antara manusia dengan benda mati, kini image captioning mampu mengidentifikasi keunikan fitur dan menjelaskan latar dari sebuah objek secara menyeluruh. Adegan kompleks mampu diceritakan secara naratif, dari sebatas “gadis kecil” semata, menjadi “gadis kecil yang duduk di atas bangku sambil memegang payung.”
Sedangkan pada Facebook, baru-baru ini asisten virtual dengan julukan “M” yang merupakan singkatan dari Messenger telah dimatikan. Namun, saat ini pengembangan aplikasi sudah mulai menerapkan perintah suara atau kontrol gestur. Nantinya, Facebook Assistant ini akan mampu bekerja layaknya Google Assistant atau Siri pada iOS, bahkan melampauinya. Diperkirakan, Facebook Assistant ini akan mampu melayani reservasi hotel dan bekerja layaknya customer service yang akan menjawab setiap keluhan dan pertanyaan kita. Hal ini sebetulnya telah diterapkan pada Google Assistant, sedangkan Facebook membuatnya khusus untuk diterapkan pada platform-nya sendiri, termasuk Instagram dan Whatsapp.
Selain itu, pada Facebook, deep learning juga bisa digunakan untuk mendeteksi hoaks atau berita bohong. Dengan sistem yang mampu melatih dirinya sendiri, deep learning akan otomatis membandingkan beberapa gambar yang diunggah pada Facebook dengan berita-berita aslinya, lalu melabeli berita tersebut sebagai berita benar atau bohong.
Deep Learning di Masa Depan
Jika sebelumnya deep learning telah berhasil digunakan untuk teknologi image processing, maka kini penggunaan teknologi tersebut mulai berkembang untuk mengenali perintah dalam bentuk suara. Dengan kemampuan untuk membedakan antara satu gambar dengan yang lain, maka kini pengembangan deep learning akan fokus dikembangkan pada teknologi untuk mengenali suara (speech recognition)
Suara merupakan elemen yang masih sulit untuk ditemukan pembedanya. Namun, dengan teknologi deep learning, komputer di masa depan diperkirakan akan mampu mengenali jenis suara yang berbeda-beda dengan mengunakan teknologi Deep Neural Networks. Saat ini, teknologi ini tengah dikembangkan untuk mengenali perbedaan suara antara anak kembar, juga dilatih untuk mengenali jenis-jenis suara yang berpotensi untuk menghadirkan ancaman.
Google AI juga tengah mengembangkan teknologi ini, seperti pada penjelasan di atas yang membahas mengenai Google Assistant. Nantinya, Google Assistant akan mampu membedakan suara berdasarkan pelafalan, memprediksi kecemasan, bahkan memahami bahasa-bahasa lokal dengan berbagai macam dialek. Berbagai macam pendekatan telah dilakukan oleh para peneliti untuk membedakan suara berdasarkan frekuensi terendah sinyal dan suara yang dihasilkan oleh setiap penutur yang berbeda-beda, karena setiap orang memiliki resonansi yang tidak sama.
Saat ini, pengembangan teknologi deep learning yang mengarah pada pengenalan suara (speech recognition) telah digunakan juga untuk membantu teman-teman tunarungu dalam berkomunikasi, lho! Mau tahu bagaimana caranya? Simak artikel berikut ini.
Tentang Docotel
Docotel 4.0 meliputi tim yang berdedikasi, berpengalaman, dan ahli dalam menyediakan produk dan solusi yang bernilai tinggi di semua industri. Kami hadir dengan visi mengatasi permasalahan sehingga dapat menciptakan pengalaman terbaik bagi klien.
Add comment