Siapa bilang Docotel Group isinya cuma jagoan-jagoan coding dan programming? Kita juga punya dokter, lho! Yass, dokter Dian Jauhari, VP of Clinical Science and Technology Health Information System (HIS) Division yang akrab dipanggil DJ. Sekarang mari kita bayangkan, saat ilmu kedokteran disatukan dengan inovasi teknologi, seperti apa ya jadinya?
Pelayanan Kesehatan yang Lebih Manusiawi dengan Teknologi
DJ merupakan lulusan kedokteran Universitas Padjajaran dan Master untuk jurusan Health Management System di University of New South Wales, Sydney-Australia. Ia pernah praktik di Bandung sambil membuat program-program kesehatan. Meski disibukkan dengan pekerjaannya, tapi hati dan kepedulian laki-laki yang tidak mau disapa ‘dok’ ini makin tertuju kepada masyarakat hingga aktif juga di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
DJ mengisahkan kepada tim penulis, kesempatan bergabung di Docotel Group pada 2019 merupakan salah satu jalan mewujudkan cita-citanya untuk membuat pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi lebih manusiawi. DJ membantu merancang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang kini menjadi produk unggulan Divisi HIS.
SIMRS merupakan solusi yang ditawarkan demi pelayanan kesehatan yang lebih baik, utamanya agar dokter bisa lebih fokus berkomunikasi secara intens dengan pasien. “Selama ini, pasien harus menunggu lama sekali hanya untuk mendapatkan satu nomor antrean. Setelah mendapatkan nomor tidak langsung diperiksa, tetapi harus menunggu panggilan dulu. Setelah bertemu dokter, ternyata diperiksa tidak sampai lima menit, bahkan istilahnya dipegang sama dokternya saja tidak. Lalu dapat resep, tetapi tidak langsung mendapatkan obatnya, harus menunggu lagi,” ungkap DJ.
Era industri 4.0 sejatinya memungkinkan teknologi mampu memangkas birokrasi yang bertele-tele dan tidak efektif. Misalnya, dokter tidak perlu lagi menulis keluhan pasien dan resep, tapi cukup dengan berbicara, maka teknologi speech recognition yang telah tersambung ke komputer akan membantu dokter untuk mengambil keputusan. Tentu tindakan yang dilakukan dokter berbeda-beda, tergantung kondisi tubuh pasien. Sistem seharusnya bisa beradaptasi dengan perbedaan-perbedaan itu dengan mengelompokkan masing-masing indikator, misalnya usia, untuk mendapatkan penanganan yang sesuai. Sistem inilah yang sedang dikembangkan oleh DJ dan rekan-rekan HIS, yakni Clinical Decision Support System (CDSS).
DJ mencontohkan kasus yang umum dialami dokter saat hanya memiliki waktu 10-15 menit untuk mendengarkan keluhan pasien, memeriksa, mencocokkan rekam medis, mengisi form diagnosis, hingga menentukan obat yang tepat untuk diresepkan. Menurut DJ, kondisi tersebut bisa teratasi dengan pengembangan speech recognition. Melalui teknologi ini, tenaga kesehatan bisa bekerja dengan lebih fokus dan manusiawi lewat automasi karena komputer membantu melakukan kegiatan lainnya.
Meski jelas memberi manfaat, tapi inovasi teknologi tak serta-merta bisa diterima dan berjalan sesuai harapan. DJ menceritakan tantangan yang harus ia hadapi bersama rekan-rekan HIS dalam meyakinkan rumah sakit untuk segera beralih ke teknologi. Banyak faktor yang melatarbelakangi lambatnya rumah sakit merespons perubahan teknologi yang ditawarkan. Salah satunya, pihak rumah sakit memiliki kekhawatiran membeli sistem informasi manajemen yang mahal tetapi nyatanya tidak sesuai dengan proses bisnis sehingga malah memberi efek buruk pada pelayanan. “Rumah sakit bisa cukup percaya diri untuk membeli alat CT Scan dengan harga milyaran, tetapi untuk beli SIMRS dengan harga ratusan juta masih banyak berpikir,” pungkas DJ.
DJ mengakui selama ini belum ada sistem yang bisa benar-benar sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Oleh karena itu, SIMRS coba menawarkan keunggulan dari segi fleksibilitas untuk membangun kepercayaan konsumen. Standar yang dimiliki SIMRS jelas dan siap untuk disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit.
Beradaptasi demi Masa Depan yang Lebih Baik
Persahabatan tenaga kesehatan dengan teknologi sepertinya memang sudah menjadi keharusan. “Kita harus jadi orang yang siap dalam menghadapi berbagai macam perubahan,” tegas DJ. Pandemi COVID-19 yang tengah melanda dunia memang membuat para tenaga kesehatan, khususnya di Indonesia, lebih dekat dengan teknologi.
Bayangkan saja, jika kita tetap harus mengantre dengan puluhan orang di rumah sakit, bukankah itu memperbesar potensi penyebaran virus? Melihat kondisi ini, maka inovasi teknologi yang disebut telemedicine menjadi salah satu yang layak ‘dilirik’ untuk membantu pelayanan kesehatan di tengah aturan social distancing. Telemedicine memungkinkan kita berkonsultasi dan ditangani dokter dari jarak jauh, tak perlu datang ke klinik atau rumah sakit.
Menurut DJ ada hal-hal yang bisa dibantu dengan telemedicine, tetapi bukan berarti telemedicine akan menyelesaikan semua masalah. “Kalau dari segi pasiennya butuh penanganan, ya tetap harus dikondisikan ada dokter yang menemui ke sana, kalau case-nya di wilayah yang pelayanan kesehatannya masih minim. Namun setidaknya, di kondisi sekarang ini, dengan telemedicine kita bisa bantu mengomunikasikan dokter dan pasien tanpa harus datang ke rumah sakit. Setidaknya, untuk penanganan yang lebih awal kalau kondisinya kritis, bisa dibantu dengan petugas kesehatan yang sudah dibentuk di wilayah tersebut,” pungkas DJ.
Rekan-rekan HIS pun tengah mengembangkan sebuah platform telemedicine bernama E-poly. Platform ini memungkinkan dilakukannya konsultasi kesehatan melalui video yang terintegrasi dengan rekam medis, pendaftaran, dan pembayaran. Dokter dapat mengukur suhu badan, tekanan darah, bahkan denyut jantung tanpa kontak fisik dengan pasien. Hal ini memungkinkan kita untuk tetap tertangani meski di rumah saja.
Penggunaan AI juga menjadi cita-cita HIS dalam mengembangkan teknologi di bidang kesehatan di masa depan. Untuk saat ini, teknologi yang digunakan masih berhubungan dengan big data, Intenet of Things (IoT), dan Clouds.
Di masa depan, utamanya saat pandemi COVID-19 telah usai, DJ memperkirakan, orang-orang akan lebih memperhatikan data-data kesehatan pribadinya. Misalnya, kalau akan ke luar negeri, sebelumnya hanya ditanya mengenai paspor, data-data terkait imigrasi dan kependudukan, setelah COVID-19 bisa jadi pemerintah dunia akan menetapkan kebijakan baru seperti menyertakan data-data kesehatan, vaksinasi, dan akan ada pemeriksaan lain yang terkait dengan kesehatan.
“Tetap #dirumahaja kalau tidak ada keperluan mendesak dan usahakan untuk tetap waras ya dalam menghadapi situasi ini,” tutup DJ.
Baca Juga: Social Media Officer: Bermain Media Sosial dengan Tidak Main-main
Tentang Docotel
Docotel 4.0 meliputi tim yang berdedikasi, berpengalaman, dan ahli dalam menyediakan produk dan solusi yang bernilai tinggi di semua industri. Kami hadir dengan visi mengatasi permasalahan sehingga dapat menciptakan pengalaman terbaik bagi klien.
Add comment