Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keragaman satwa yang cukup tinggi. Sayangnya, semakin banyak spesies yang habitat dan hidupnya terancam punah akibat perburuan liar. Bukannya berkurang, kini perburuan liar makin menjadi momok. Berbagai alasan melatarbelakangi tindakan berburu ini, mulai dari kepercayaan akan manfaat bagian tubuh hewan tertentu yang mampu menjadi obat hingga hobi yang dianggap mampu meningkatkan kelas sosial.
Berdasarkan data Wildlife Conservation Society (WCS), selama Januari hingga September 2016 sedikitnya terdapat 72 kasus perburuan di Indonesia. CEO World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, Rizal Malik menyatakan bahwa 85 persen satwa liar yang diperdagangkan berasal dari alam dan hasil perburuan liar. Kekayaan sumber daya alam ini menjadi alasan mengapa Indonesia menjadi sumber juga tujuan misi perdagangan satwa liar.
Bertolak dari berbagai kasus yang ada, banyak pihak seperti para ahli konservasi, pemerintah, maupun lembaga non-profit saat ini tengah berusaha memberantas aktivitas perburuan. Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Sekarang AI diimplementasikan ke berbagai peralatan teknologi dan diintegrasikan ke banyak sektor juga industri, salah satunya untuk mendukung konservasi yang dapat dimanfaatkan untuk melindungi satwa liar dari perburuan ilegal.
Berikut beberapa pemanfaatan teknologi yang menerapkan Artificial Intelligence (AI) dengan misi melindungi satwa liar dari ancaman pemburu:
Pantau jejak kaki satwa liar melalui software
Kini, beberapa peralatan teknologi dipercanggih dengan Artificial Intelligence (AI) yang ditanam pada software. Para peneliti cagar alam telah mengembangkan software yang dapat membaca gambar digital jejak kaki hewan yang diambil dari kamera smartphone atau drone. Dalam situs nationalgeographic.org dijelaskan bahwa WildTrack, organisasi non-profit yang fokus dalam menyelamatkan spesies terancam punah telah meluncurkan sebuah software yang dinamakan ConversationFIT. Kata FIT sendiri merupakan akronim dari Footprint Identification Technology. Perangkat lunak ini dapat mengidentifikasi jejak kaki satwa, melacak keberadaan, dan memberikan informasi penting lainnya.
ConservationFIT dikembangkan oleh Zoe Jowell sebagai peneliti utama di Statistical Analysis System (SAS) dan anggota di Duke’s Nicholas School of the Environment. Inovasi ini membawa misi untuk membantu para ilmuwan dalam memantau dan memetakan spesies yang paling sulit dipahami dan terbilang langka di dunia. Siapa pun yang melihat jejak hewan itu dapat mengunggah gambar, walaupun mereka tidak yakin spesies apa yang ditemukannya tersebut.
WildTrack menjelaskan dua langkah utama dalam prosedur pengoperasian ConversationFIT, yaitu membidik jejak kaki melalui smartphone ataupun Drone kemudian mengonversi jejak kaki menjadi profil geometris satwa tersebut. Terakhir, menganalisis data guna mengklasifikasikan satwa sehingga dapat melakukan rekognisi terkait jenis spesies, jenis kelamin, dan umur. Nantinya data tersebut akan membantu peneliti dalam mencari tahu keberadaan spesies yang terancam punah dan langkah terbaik seperti apa yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan satwa tersebut.
Drone pantau satwa liar hingga ke pelosok
Drone merupakan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) sudah tidak asing di masyarakat. Awalnya drone hanya digunakan oleh anggota militer untuk berbagai macam aktivitas intelejen. Namun, di era yang serba canggih ini drone telah digunakan secara meluas, bahkan untuk menyelamatkan satwa liar. ALTI, perusahaan manufaktur yang fokus pada pengembang pesawat terbang tak berawak, di dalam website-nya menyebutkan bahwa drone bisa dikatakan sebagai salah satu teknologi yang efektif di sektor konservasi.
Perusahaan yang berbasis di Afrika Selatan itu menjabarkan penggunaan drone untuk monitoring, survey, dan poaching. Laman resmi ALTI menjelaskan juga bahwa penggunaan drone diimplementasikan di Indonesia selain untuk memantau keberadaan satwa liar juga untuk melakukan survei di perkebunan kelapa sawit. Pesawat tanpa awak juga telah digunakan World Wide Fund for Nature (WWF) untuk memantau perdagangan satwa liar secara ilegal di Afrika dan memonitor deforestasi (penebangan hutan) dan operasi penambangan ilegal di Brasil.
Sebuah artikel bertajuk “From AI to Drones, Smart Technology is Firing Up Wildlife Conservation Globally” yang ditulis oleh Kalyani Prasher mencatat bahwa drone dapat membantu dalam peninjauan satwa melalui udara tanpa mengganggu mereka. Namun, di lapangan terkadang ada beberapa hewan yang pemalu dan tidak mudah untuk diketahui atau dikenali keberadaannya. Nah, dengan memanfaatkan kecerdasan buatan maka saat drone yang telah dipasang thermal imaging (suatu metode pendeteksian dengan meningkatkan visibilitas objek dalam kondisi gelap) masuk ke suatu kawasan satwa, alat tersebut dapat memilah video, memberikan gambaran yang lebih akurat tentang pergerakan satwa tersebut, dan dengan cepat mengindentifikasikan keberadaan pemburu liar sehingga dapat segera mencegah mereka mencapai kawasan hewan.
Lacak aktivitas satwa liar lewat Google Earth
Data yang kita dapat saat menggunakan Google Earth berasal dari satellite imaging. Pencitraan satelit ini bisa mengawasi satwa beserta habitatnya dari kejauhan. Khusus untuk satwa yang pemalu/mudah bersembunyi sehingga tidak mudah untuk diamati, maka digunakan thermal imaging (pencitraan melalui suhu panas tubuh). Pada laman resminya dijelaskan bahwa Google Earth dapat digunakan pengguna untuk melihat dan menggunakan beragam konten, termasuk peta dan data medan, citra, cantuman bisnis, lalu lintas, ulasan, dan informasi lainnya yang disediakan Google. The Times of India pun menyatakan bahwa Google Earth telah berhasil dipakai untuk menyelematkan harimau Sumatra.
Megan R. Nichols seorang science writer dari Philadelphia, Amerika Serikat dalam tulisannya mengatakan bahwa teknologi Google Earth dan GPS digunakan oleh sebuah badan amal di Kenya untuk memerangi para perusak habitat dan satwa liar seperti gajah yang dilindungi. Melalui sistem pelacakan Google Earth, para ilmuwan dan peneliti dapat melihat gerakan dan memprediksi jalur satwa melalui pengamatan data secara real-time. Dengan demikian gajah-gajah pun dapat diamankan.
Sekarang mari kita bayangkan seberapa besar manfaat Google Earth bagi kelangsungan hidup satwa di bumi ini. Bayangkan kita membuka aplikasi Google Earth untuk mengamati suatu area di hutan Sumatra, lalu seekor gajah terpantau sedang berperilaku tidak wajar atau menunjukkan gelagat waspada dan berusaha melarikan diri dari sesuatu. Here we go! Kita sebagai individu yang peduli satwa atau pun tim konservasi juga pihak yang bertanggung jawab atas keamanan satwa dapat segera bergerak menyelidiki lebih detail. Jika memang selanjutnya Google Earth mendeteksi adanya sosok yang gerak-geriknya mencoba untuk memburu gajah, tim dapat secepatnya mengambil tindakan untuk memastikan keselamatan gajah tersebut. Thanks for the info, Google Earth!
Add comment