Dalam ranah perbankan dan teknologi keuangan (fintech), proses verifikasi pengguna atau nasabah memegang peranan yang sangat penting. Selain menjadi langkah yang krusial dalam menjamin keamanan transaksi secara menyeluruh, proses ini, yang dikenal sebagai Know Your Customer (KYC), menjadi pondasi dalam memastikan kevalidan data yang disimpan dalam akun bank atau platform finansial yang digunakan.
Di era digital, penerapan regulasi KYC dalam ranah perbankan dan fintech telah beralih ke dalam domain elektronik. Proses tersebut, yang sering kali melibatkan otentikasi biometrik, dikenal dengan sebutan Electronic Know Your Customer atau e-KYC. Dalam artikel ini, kami akan mengeksplorasi berbagai aspek terkait KYC, termasuk arti KYC dalam perbankan, tujuan, manfaatnya bagi operasional bisnis, pentingnya KYC dalam proses identifikasi nasabah. Untuk informasi lebih lanjut, silakan simak pembahasan lengkapnya di Docotel berikut ini!
Prinsip KYC
KYC merupakan singkatan dari Know Your Customer atau kenali nasabah anda dalam Bahasa Indonesia. Arti KYC dalam perbankan merupakan sebuah prinsip fundamental dalam dunia perbankan yang bertujuan untuk mengenal setiap nasabah dan mendukung upaya menjaga keamanan bagi pihak bank dan nasabah itu sendiri.
Arti KYC dalam perbankan, merujuk pada serangkaian prosedur dan kebijakan yang diterapkan oleh lembaga keuangan untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi tentang identitas, profil keuangan, dan kegiatan transaksi nasabah mereka. Tujuan utama dari KYC adalah untuk memastikan bahwa lembaga keuangan dapat mengenal nasabah mereka dengan baik, sehingga mereka dapat mencegah penyalahgunaan layanan perbankan untuk tujuan kriminal seperti pencucian uang, pembiayaan terorisme, atau aktivitas ilegal lainnya.
Dengan menerapkan KYC, bank dapat memverifikasi identitas setiap nasabah secara akurat, memahami sumber dana yang digunakan dalam transaksi keuangan, serta memonitor perilaku transaksi untuk mendeteksi pola yang mencurigakan. Selain itu, KYC juga membantu bank untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan nasabah, meningkatkan kepercayaan, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan regulasi yang berlaku dalam industri perbankan.
Institusi perbankan di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi. Prinsip KYC menjadi landasan bagi pihak bank untuk membangun hubungan yang kuat dengan nasabah mereka, menciptakan saling pengertian, dan memastikan keamanan bagi kedua belah pihak.
Menurut jurnal yang berjudul “Prinsip Mengenal Nasabah sebagai Upaya Perusahaan Perbankan dalam Mengatasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003” oleh M. Haidar Ma’ruf, prinsip KYC di Indonesia dikenal sebagai prinsip mengenal nasabah.
Prinsip mengenal nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, dengan tujuan meningkatkan peran lembaga keuangan melalui berbagai kebijakan yang mendukung prakteknya serta untuk mencegah lembaga keuangan dari penyalahgunaan dan aktivitas ilegal yang mungkin dilakukan oleh nasabahnya. Misi penerapan prinsip KYC sendiri adalah untuk melindungi nama baik serta reputasi dari lembaga keuangan itu sendiri.
Dengan begitu, sangat penting arti KYC dalam perbankan. Saat ini juga telah berkembang teknologi eKYC atau electronic Know Your Customer sebagai sebuah solusi yang mampu memudahkan proses identifikasi nasabah secara digital. Adanya teknologi ini menjadi sebuah perubahan revolusioner dari metode lama yang mengharuskan pengumpulan dokumen dalam bentuk fisik.
Contoh konkret dari eKYC sendiri adalah E-KYC yang dikembangkan oleh Docotel Teknologi. E-KYC Docotel merupakan sebuah platform yang memfasilitasi identifikasi dan verifikasi nasabah melalui data kependudukan yang bersumber dari DUKCAPIL.
Sumber: Docotel
E-KYC Docotel ini memungkinkan kepada setiap Lembaga keuangan melakukan proses KYC dengan lebih akurat tanpa melibatkan pengumpulan dokumen fisik. Sehingga, mampu mempercepat proses pendaftaran dan mampu memberikan kenyamanan kepada setiap nasabah perbankan.
E-KYC dari Docotel juga bertanggung jawab dalam memverifikasi kebenaran dari data identitas setiap pengguna dan kecocokan kepemilikan data dengan mengimplementasikan beberapa langkah penting. Proses verifikasinya juga dilakukan secara langsung oleh individu yang bersangkutan, bukan melalui pihak ketiga yang tidak sah.
Tujuan KYC dalam Perbankan
Terdapat beberapa hal penting dalam arti KYC dalam perbankan serta mengapa KYC menjadi hal yang diperlukan dalam ranah perbankan. Perlu diingat bahwa mematuhi Undang-Undang Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme (APU-KPT) merupakan langkah esensial bagi lembaga keuangan. Dalam era kemajuan teknologi dan keragaman produk perbankan, keberadaan regulasi ini menjadi semakin penting. Fenomena ini didasari oleh fakta bahwa teknologi dan berbagai produk perbankan seringkali dieksploitasi oleh individu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan aktivitas kriminal.
Penerapan prinsip KYC (Know Your Customer) dalam praktik perbankan adalah upaya yang diharapkan mampu mengurangi risiko penggunaan lembaga keuangan sebagai alat untuk mencuci uang atau mendanai terorisme. Dengan memahami dan mengidentifikasi nasabah secara menyeluruh, lembaga keuangan dapat memperkuat lapisan keamanan mereka dan menghindari terlibatnya dalam kegiatan kriminal yang merugikan.
Selain menjaga kepatuhan terhadap regulasi, KYC juga memiliki peran signifikan dalam melindungi lembaga keuangan dari berbagai risiko yang mungkin muncul. Risiko-risiko tersebut meliputi risiko hukum, reputasi, dan operasional. Dengan menerapkan proses KYC yang efektif, lembaga keuangan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum, menghindari kerugian finansial yang besar, serta mempertahankan reputasi yang baik di mata nasabah dan masyarakat umum.
Dalam melakukan proses identifikasi, terdapat beberapa indikator transaksi yang dapat menjadi perhatian khusus bagi lembaga keuangan:
- Penyimpangan dari profil, karakteristik, atau pola transaksi keuangan nasabah menjadi salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan. Ketika ada perubahan yang signifikan atau tidak wajar dalam perilaku transaksi nasabah, lembaga keuangan harus melakukan evaluasi lebih lanjut untuk mengidentifikasi potensi risiko pencucian uang atau pendanaan terorisme.
- Transaksi keuangan yang diduga dilakukan untuk menghindari pelaporan transaksi yang diwajibkan oleh bank. Praktik-praktik seperti penghindaran pajak atau manipulasi data transaksi harus ditangani dengan serius untuk mencegah penyalahgunaan sistem perbankan.
- Transaksi keuangan yang diduga berasal dari kegiatan kriminal, baik yang sedang dilakukan maupun yang sudah dibatalkan, harus segera diidentifikasi dan dilaporkan kepada otoritas yang berwenang. Langkah ini merupakan bagian dari tanggung jawab lembaga keuangan dalam mendukung upaya pemberantasan kejahatan finansial.
Kebijakan Prinsip KYC dalam Perbankan
Sumber: freepik
Dalam praktik perbankan, prinsip mengenal nasabah KYC (Know Your Customer Principle) memiliki peran penting dalam menjaga integritas dan keamanan lembaga keuangan. Sebagaimana yang dikutip dari jurnal “Prinsip Mengenal Nasabah dalam Praktik Perbankan” yang ditulis oleh Asep Rozali, prinsip ini bertujuan untuk mengidentifikasi identitas nasabah, memonitor aktivitas transaksi mereka, serta melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada pihak berwenang.
Prinsip mengenal nasabah yang dikeluarkan oleh lembaga pengawas bank masing-masing merupakan alat yang digunakan oleh bank untuk memastikan bahwa mereka mengenali dengan baik nasabah-nasabah mereka. Kewajiban bank terkait dengan prinsip ini diatur dalam kebijakan internal bank, yang mencakup berbagai aspek, antara lain:
- Kebijakan penerimaan nasabah
- Kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah
- Kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap aktivitas rekening dan transaksi nasabah
- Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang terkait dengan prinsip mengenal nasabah.
Dengan mengacu pada kebijakan tersebut, identifikasi nasabah dilakukan oleh bank pada saat nasabah menggunakan layanan mereka. Proses ini tidak hanya berfokus pada pengenalan identitas nasabah secara individu, tetapi juga pada dokumen-dokumen yang terkait dengan nasabah tersebut. Bahkan ketika nasabah menggunakan layanan secara elektronik, bank tetap diwajibkan untuk melakukan identifikasi secara langsung melalui pertemuan tatap muka.
Namun, kebijakan identifikasi ini tidak hanya sekadar mengenal nasabah secara dasar. Lebih dari itu, bank juga harus memantau aktivitas rekening nasabah secara berkala. Pemantauan ini mencakup observasi terhadap transaksi yang dilakukan nasabah, baik itu penarikan maupun penyetoran dana, serta segala aktivitas transaksi yang terjadi dalam rekening nasabah.
Pemantauan ini menjadi penting karena dapat membantu bank dalam mendeteksi dan mencegah potensi aktivitas ilegal seperti pencucian uang atau pendanaan terorisme yang mungkin dilakukan oleh nasabah. Dengan memperhatikan pola transaksi dan perilaku nasabah secara terus-menerus, bank dapat mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan dan mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku.
Sebagai contoh, aktivitas transaksi yang tidak sesuai dengan profil atau karakteristik nasabah, transaksi yang dilakukan untuk menghindari pelaporan transaksi yang diwajibkan oleh bank, atau transaksi yang diduga berasal dari hasil kejahatan, semuanya merupakan indikator potensial dari aktivitas yang mencurigakan dan memerlukan investigasi lebih lanjut.
Dengan menerapkan prinsip mengenal nasabah secara ketat dan melakukan pemantauan terhadap aktivitas nasabah secara aktif, bank dapat meminimalkan risiko terkait dengan penyalahgunaan layanan perbankan untuk tujuan kriminal. Selain itu, bank juga dapat menjaga integritas dan reputasi mereka sebagai institusi keuangan yang aman dan terpercaya bagi masyarakat.
Regulasi Tentang Penerapan KYC
Penerapan KYC di Indonesia mengacu pada rekomendasi yang diinisiasi oleh Konferensi G7 di Prancis, yang dikenal sebagai Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering. Berdasarkan rekomendasi ini, prinsip tersebut diintegrasikan ke dalam beberapa undang-undang dan peraturan, seperti yang tercantum di bawah ini.
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan)
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 3-10-PBI-2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)
- Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non-Bank
- Keputusan Badan Pengawas Modal dan Pengawas Keuangan (BAPEPAM) No. Per01/BL2011/ tentang Pelaksanaan Pedoman dari Implementasi Prinsip KYC bagi Perusahaan Asuransi
- POJK Nomor 12-POJK.01-2017 tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan.
Lebih lanjut lagi, hal ini juga diatur dalam UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), diatur bahwa bank, sebagai salah satu pihak pelapor, terutama dalam kapasitasnya sebagai penyedia jasa keuangan, dan nasabah disebut sebagai pengguna jasa. Oleh karena itu, prinsip mengenali nasabah KYC dalam UU TPPU ini disebut sebagai Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ).
Selain itu, jika bank menemukan adanya transaksi yang mencurigakan, bank dapat menunjuk petugas khusus untuk bertanggung jawab atas transaksi tersebut. Ini merupakan salah satu upaya manajemen risiko sebagai bagian dari penerapan KYC dalam pencegahan TPPU.
Adapun kewajiban bagi bank dan kewajiban bagi nasabah atau calon nasabah adalah sebagai berikut:
-
Kewajiban pihak bank
- Menerapkan prinsip KYC dengan meminta data nasabah selengkap mungkin, termasuk informasi mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana, serta melakukan pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah untuk mengidentifikasi adanya transaksi keuangan yang mencurigakan;
- Melakukan pelaporan kepada PPATK atas semua transaksi keuangan yang mencurigakan dan transaksi keuangan tunai dengan nilai setara atau lebih dari Rp500.000.000 (lima ratus juta).
-
Kewajiban pihak nasabah atau calon nasabah
Nasabah atau calon nasabah memiliki kewajiban untuk menyampaikan data secara komprehensif dan akurat kepada bank, termasuk informasi mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana, dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh bank dan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan oleh nasabah atau calon nasabah dapat dipergunakan dengan baik oleh bank dalam proses identifikasi dan verifikasi KYC. Dengan demikian, kewajiban ini juga menjadi bagian penting dalam menjaga integritas dan keamanan sistem perbankan serta pencegahan terhadap aktivitas keuangan yang mencurigakan.
Cara Bank Mengidentifikasi Nasabah
Selain mengidentifikasi nasabah berdasarkan identitas dan dokumen yang mereka berikan, lembaga keuangan juga melakukan pendekatan yang lebih spesifik melalui dua konsep yang dikenal sebagai Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD).
-
Customer Due Diligence (CDD)
Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengenal nasabah melalui identifikasi, verifikasi, dan pemantauan aktivitas mereka. Tujuan utama dari CDD adalah untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabah sesuai dengan profil mereka dan tidak melanggar regulasi yang berlaku.
-
Enhanced Due Diligence (EDD)
Pendekatan yang lebih mendalam dalam mengidentifikasi nasabah yang memiliki potensi risiko tinggi terkait dengan pencucian uang, pendanaan terorisme, atau pelanggaran hukum lainnya. Dalam EDD, lembaga keuangan melakukan analisis yang lebih rinci terhadap profil dan aktivitas nasabah untuk menentukan apakah tindakan lebih lanjut diperlukan untuk memitigasi risiko.
Sebagai contoh, jika terdapat nasabah yang biasanya tidak pernah melakukan transaksi dalam jumlah besar tiba-tiba melakukan transaksi besar yang tidak sesuai dengan profil pekerjaannya, hal ini dapat menjadi indikasi potensial adanya aktivitas yang mencurigakan. Lebih lanjut, jika transaksi tersebut dilakukan dalam periode waktu yang singkat, tingkat kecurigaan dapat meningkat.
Ketika kecurigaan seperti ini muncul, lembaga keuangan akan segera melakukan pemantauan terhadap transaksi tersebut dan dapat langsung berkomunikasi dengan nasabah untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lanjut. Jika kecurigaan terus berlanjut dan terdapat bukti yang cukup, lembaga keuangan berhak untuk melakukan tindakan lebih lanjut seperti pembekuan atau penutupan akun nasabah tersebut. Selain itu, lembaga keuangan juga memiliki kewajiban untuk melaporkan kecurigaan tersebut kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia, untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.
Dengan menerapkan konsep CDD dan EDD secara efektif, lembaga keuangan dapat memitigasi risiko terkait dengan penyalahgunaan layanan perbankan untuk tujuan kriminal dan menjaga integritas sistem perbankan secara keseluruhan. Ini merupakan langkah yang penting dalam upaya pencegahan terhadap aktivitas keuangan yang mencurigakan dan melindungi lembaga keuangan serta nasabah dari potensi kerugian yang besar.
Dari ulasan di atas,maka arti KYC dalam perbankan adalah hal yang penting. Dengan menerapkan KYC, bank dapat memverifikasi identitas setiap nasabah secara akurat, memahami sumber dana yang digunakan dalam transaksi keuangan, serta memonitor perilaku transaksi untuk mendeteksi pola yang mencurigakan.
Selain itu, KYC juga membantu bank untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan nasabah, meningkatkan kepercayaan, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan regulasi yang berlaku dalam industri perbankan.
Semoga informasi tentang arti KYC dalam perbankan pada artikel Docotel ini bisa bermanfaat untuk para pembaca. Dapatkan berbagai informasi lain seputar teknologi serupa di blog Docotel.
Add comment